Lipstikku memuai di atas bantal. Sisa pesta kemarin memberi pegal
yang tak ingin aku uraikan. Ini sudah terlalu siang untuk sarapan tapi
tidak terlambat untuk memulai hari. Aku melihat punggungmu yang diam.
Kau terpaku pada cermin membetulkan letak dasi yang kau kenakan.
Aku masih telanjang dalam debar yang detik ini masih mengerang.
Senyummu menjadi peneduh dalam risau. Kau tampak begitu
manis dengan baju kerjamu. Rambut basahmu tersisir rapi dengan potongan
yang selalu aku suka. Matamu teduh seperti hutan yang melindungi
hewan-hewan buas dari pemburu nakal. Tak kutemukan iblis binal seperti
pergulatan tadi malam di sana. Yang ada hanyalah sepasang bola tanpa
dosa.
Membuatku semakin tersungkur dalam cinta yang tak seharusnya.
"Pagi."
Sepotong kecup mendarat di pipiku yang mungkin terlihat sangat mengenaskan dengan sisa-sisa
make-up yang meluntur. Ingin rasanya kulanjutkan lagi percintaan tadi malam. Tapi siang tampaknya sudah ingin mengusir kebahagiaan.
Aku mencintaimu bertahun lalu. Kau mencintaiku mungkin juga begitu.
Tapi takdir yang tak memihak membuat kita harus memilih jalan yang jauh
dari kebersamaan. Akibatnya kita hanya bisa bertemu sesekali.
Mencuri-curi waktu seperti seorang gelandang malang yang mengacak-acak
tong sampah bernama kesempatan.
Kita adalah pencuri. Pencuri yang bertaruh dari kejaran takdir.
"Aku pergi duluan ya. Terima kasih atas malam yang luar biasa."
"Welcome. Kapan kita bertemu lagi?"
"Secepatnya."
Secepatnya adalah harapan yang tak pernah kutahu kapan akan terlaksana. Meski begitu aku rela meyakininya.
Air mataku tumpah seiring pintu hotel yang dibanting. Hatiku remuk setiap kau sudahi perjumpaan.
Aku bergegas dalam ketergesaan. Ini sudah hampir pukul makan siang.
Tak seharusnya kutangisi perpisahan yang sudah kesekian kali ini. Kau
kini pulang pada kekasihmu.
Dan aku pulang pada sepiku. Selalu.
ADS HERE !!!