
Sadarku belum penuh betul. Setengah diriku masih terjerembab dalam
sisa mimpi semalam. Kuraih ponselku dan kutemukan sebuah pesan panjang
dari kau yang lima bulan ini menjadi penghuni tetap relung-relung hati.
Kepada Mustika T Yuliandri,
Tik, aku tidak sedang mabuk ketika menuliskan ini. Ini pukul satu
lewat satu dan bulan diatas sana sedang bulat sempurna. Sebenarnya, aku
tidak membutuhkan waktu yang khusus untuk mengungkapkan perasaan ini
padamu. Setiap hari adalah saat yang tepat untuk mencintaimu.
Kamu masih ingat kali pertama aku menyatakan cinta padamu? Waktu itu
malam tahun baru dan aku sedang mabuk berat. Aku menghubungimu dan
mengucapkan selamat tahun baru. Kepalaku sedang berputar dan anehnya
yang ada dikepalaku saat itu adalah kamu. Kita membicarakan banyak hal
yang sialnya tidak terekam baik di kepalaku. Setelah beberapa menit ada
jeda dalam pembicaraan kita dan aku memecahnya dengan mengatakan “Tik, I
love you”. Aku mengatakan lagi kepadamu bahwa apa yang dikatakan
seseorang dalam keadaan mabuk adalah sebenar-benarnya kejujuran. Kau
bilang aku ngawur, padahal saat itu aku sedang jujur dalam keadaan
tersungkur.
Keesokan harinya, kamu menghubungiku dan menanyakan keadaanku. Aku
mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Kamu juga menegaskan kembali
kepadaku tentang percakapan tengah malam waktu itu. Waktu aku sedang
mabuk dan mengutarakan cinta padamu. Kamu menanyakan kembali tentang
kebenaran hal itu dan aku membalasnya dengan diam.
Ya, aku membalasnya dengan diam dan saat itu juga aku mengatakan itu
benar adanya. Kepada hatiku sendiri dan itu tidak diketahui oleh
siapa-siapa sebab aku tidak bercerita kepada siapapun.
Tik, kamu tahu tidak pada saat aku menyatakan itu dalam keadaan
mabuk, aku sedang tidak berbohong. Aku takut mengatakan padamu dalam
keadaan sadar karena aku malu. Aku malu karena kamu akan menganggapku
terlalu dini untuk hal itu. Urusan hati memang aku tidak ahli.
Setidaknya, keadaan mabuk itu menutup rasa malu untuk sementara waktu.
Aku tahu, pada waktu itu segalanya tidak akan mudah. Masih ada
perasaanmu yang dibayangi oleh cinta lamamu. Masih ada keraguan yang
menetap dihatimu dan mengusahakan agar kau tiak tahu hal ini. Ternyata,
mencintaimu dalam diam itu tidak mudah.
Tik, kamu tahu tidak aku berusaha untuk tetap kelihatan tegar dan
baik-baik saja ketika cinta lamamu menghubungimu di sela-sela waktumu
bersamaku? Pada saat itu aku tetap berusaha tersenyum dan menegaskan
kepada diriku untuk tetap menegakkan kepala. Aku pikir setiap orang
memerlukan waktu untuk berdamai dengan masa lalunya.
Satu tahun aku menunggu untuk sesuatu yang aku pikir dan aku rasa ini
sia-sia. Berhadapan denganmu tidak cukup mengandalkan perasaan. Logika
juga perlu digunakan. Kau adalah perempuan yang berbeda dari kebanyakan.
Tik, kamu tahu tidak sempat terlintas di kepalaku, apa aku berhenti
saja ya? Jika aku berhenti, aku akan kembali ke kehidupanku seperti
biasa. Asyik dengan diri sendiri.
Tapi apakah dengan berhenti
memperjuangkanmu semuanya akan baik-baik saja? Ternyata tidak Tik.
Disaat aku memutuskan untuk tidak peduli padamu dan kembali pada
duniaku, disaat itulah rasa itu bertambah besar. Ternyata waktu memupuk
kesabaran dan kesabaran itu bertambah seiring dengan penolakan secara
tidak langsung darimu.
Aku ingin kamu bersamaku. Tapi aku tidak mau ambisi yang terlalu besar itu menghancurkanku.
Aku menunggu. Menunggu sampai kamu benar-benar selesai dengan masa lalumu dan kamu menemukan rumah barumu. Pelukku.
Ini kebersamaan yang ke seratus lima puluh dan aku tidak lupa saat
pertama kau memintaku untuk menjadikan pelukku rumah bagimu. Waktu itu
kamu memelukku dan aku melihat ketulusanmu. Ketulusan yang dibangun dari
rasa sabarku yang menahun.
Sampai hari ini, aku masih tidak menyangka bahwa aku, si mabuk yang
waktu itu memintamu sekarang merasakan kamu benar-benar di pelukku. Kau
bilang pelukku adalah rumah bagimu. Dalam hati aku mengucap “Terima
kasih sudah menjadikanku suatu kepulangan bagimu”.
Tik, aku tidak akan pergi jauh. Aku tahu, kini pelukku adalah rumah
bagimu. Sebagaimana layaknya rumah. Aku tidak berniat untuk
memindahkannya.
Aku, rumahmu. Yang mencintaimu.
Hatiku menghangat. Air mataku mengalir. Ada bahagia yang tak dapat kututurkan. Selasa pagiku tak pernah seistimewa ini.
Ditulis oleh seseorang berhati luas. Yang kucintai tanpa batas.
ADS HERE !!!