Kita bertemu di ujung senja. Kau mencari-cari sosokku di antara ramai
yang menyebalkan. Sore itu kau tampak bahagia. Atau kau telah berlatih
sekian lama dalam menyembunyikan luka. Kau masih sama seperti pertama
kali kita bertemu. Memberi bahagia yang mampu kurasakan biasnya. Kau
bercerita apa saja. Aku menuturkan apa saja yang membuatmu tertawa.
Terkadang terlalu keras hingga mampu kurasakan ada yang tidak beres di
sana.
Kau menyalakan rokokmu. Seketika duniamu tertutup kabut asap
pikiranmu sendiri. Kau menceritakan kisah cinta yang sedang kau nikmati.
Entah pedih, entah bahagia. Aku kurang ahli dalam menerka-nerka segala
rasa yang kau punya. Kita menghabisi kebersamaan dalam bertukar cerita.
Aku menceritakan perjalananku yang penuh warna meski tak selamanya
mengandung bahagia yang kuharapkan. Kau bercerita tentang lelakimu yang
serupa setan. Menggoda meski bejatnya bukan main yang membuat
hari-harimu penuh debar.
Senja mulai dimakamkan malam. Rokokmu singgah pada bibirmu untuk yang
kesekian. Rambutmu sesekali dibelai angin dan tawamu masih saja
mengandung cemas yang tak bisa kumaknai. Sore itu aku menikmati
kebersamaan. Kuhadiahkan kau secarik kertas oleh-oleh dari kota yang
asing. Senyummu luber ditelan angin sedang waktu menyentilku agar segera
pamit pada kota tempat kau lahir.
Di luar senja masih jingga. Kau peluk aku dalam gerbang yang
sebenarnya tak ingin kulewati. Ada ketidakrelaan atas perpisahan untuk
pertemuan yang terlampau singkat. Tapi kutahu, kepergianku ini pasti
untuk kembali.
Untuk Iit Sibarani.
Perempuanku yang rela brengsek demi kebahagiaan.
Medan, 7 Januari 2014
ADS HERE !!!