
Kekasih, pagi ini kau menjelma embun di ujung daun. Menggantung lemah
di ujung-ujung hijau muda tetumbuhan tepi jalan. Kau lemah menyapa.
Pagiku terlalu terburu-buru untuk sejenak berhenti menatap segarmu yang
dibalut sepi. Dalam keindahan kau bertahan dalam sendiri.
Suratku kali ini mungkin akan menimbulkan jemu. Karena rasa cinta
memburu bagai roda kereta yang berjalan ke arah yang itu-itu juga.
Kata-kata menjelma tak kreatif lagi karena rasa ini menjelma repetisi
yang ditunggangi jemu. Tapi kuingin kau tahu bahwa dalam segala rindu,
bosan sekalipun tak pernah singgah pada hatiku yang sunyi. Seperti
sepotong bulan yang bersinar sendiri dalam gulita tengah malam.
Kekasih, hatimu mungkin padang yang luas. Tak hanya aku yang bertahan
menggembala ribuan rasa di sana. Tapi kuingin kutahu bahwa bagaimanapun
aku akan bertahan dalam segala gundah yang kita pelihara. Karena kau
adalah laut bagi segala segala air. Tempatku berpulang saat perjalanan
membawaku terlalu jauh berjalan.
Kekasih, lukaku kini sembuh dimakan masa. Tak ada lagi dia yang dulu
pernah menari-nari di atas sepatu penuh duri di atas lantai bernama
hati. Yang ada hanya kau yang memeluk mesra segala sakitku.
Menyembuhkan getirnya dengan ketulusan seorang ibu pada putri semata
wayangnya.
Kekasih, jika benar kau yang satu. Maukah kau tetap menjadi punggung tempatku pulang saat ragu mengiringku berjalan jauh?
#30HariMenulisSuratCinta
#Hari12
ADS HERE !!!