Sayang, lelah sedang berkumpul di pundakku. Menjelma jarum yang
menghujam sedemikian tajamnya. Rinduku banjir. Pesan-pesan singkatmu tak
mampu menguras deras airnya. Bendungan rasa kebobolan gairah. Bahkan
mengingatmu saja membuatku tak kuat. Aku lapar pelukmu. Aku haus akan
percakapan kita tempo hari di antara berbotol-botol bir yang membuatku
mabuk dalam kebahagiaan yang asing.
Sayang, malam ini bulan merajuk di beranda depan. Puluhan bintang
yang berserak di sekitarnya tak mampu meredakan marahnya. Atau sang
bulan justru menjelma dirimu yang sembunyi di balik bantal. Terkurung
dalam rindumu sendiri yang sampai detik ini tak juga sampai.
Bulan masih melengkung di beranda. Lengkungnya sama seperti sepasang
matamu yang memicing saat kau tersenyum. Lengkungnya sama seperti
senyummu yang terbit setelah kita berbagi cium. Beranda remang disapu
sepi. Bulan dan bintang serasa bagai dua pejuang yang gagal memerangi
sunyi.
Sayang tak perlu kau balas suratku ini. Cukup kau baca dan kau taruh
hati-hati di atas meja. Biarkan dia menjelma sepotong rindu yang
meremang dalam gelisah malam-malammu. Dan menjelma teman baru untuk
sepotong bulan di beranda di sepanjang minggu.
ADS HERE !!!