Kopimu tinggal setengah. Senyummu penuh seperti matahari musim
semi. Matamu, matamu tempat semua bahagia menari-nari dalam satu wujud:
aku.
Kita berbagi percakapan diiringi lagu-lagu cinta kampungan yang
maknanya habis dilucuti zaman. Ada bahagia yang bertebaran dari lantai
hingga langit-langit kafe ini. Dinginnya suhu tak lagi terasa karena kau
memberikan hangat pada cinta yang banyak. Membuatku tak butuh selimut
untuk menghalau cuaca dingin setelah hujan.
Kau sibuk dengan bahagiamu: aku. Meja di antara kita mendadak
sedemikian luasnya. Karena padamu jarak sedikit apapun membuatku
gelisah. Aku tak ingin perpisahan walau sebatas hasta. Aku ingin kau
melekat tanpa perlu digapai. Ya sayang, aku senorak itu.
Kau yang di seberang meja. Menyeruput sisa kopi yang tak lagi nikmat.
Tawamu memecah debar. Seiring rasa syukur yang mengalir tak
habis-habis.
Dan suatu hari nanti cinta memuai tak semudah ini, maukah kau berjanji untuk berjuang menemukan hangatnya lagi?
Untuk kau, yang terlalu sakral untuk kusebut namanya.
#30HariMenulisSuratCinta
#Hari22
ADS HERE !!!