Pejalan itu melintas lesu dalam beban yang lebih berat dari
tubuhnya. Stasiun itu sepi. Yang tertinggal hanya cerita-cerita basi
yang dibawa desau angin. Aku memandanginya memikul lelah. Langkahnya
melemah, tapi senyumnya masih bersinar seperti matahari yang tak pernah
kehilangan teriknya.
"Kalo capek istirahat dulu yuk."
"Nggak kok, masih kuat."
Berempat kami menyusuri kota Hat Yai yang jadi persinggahan. Sebuah
kota asing tempat empat perempuan terdampar ditemani bising. Dan
perempuanku, yang bebannya lebih berat dari tubuhnya masih saja menyeret
mimpi. Tubuhnya lelah dalam langkah-langkah lemah. Sedang senyumnya
masih saja terik membakar nyeri seperti dupa di kuil tua.
"Aku menikmati perjalanan ini."
"Aku juga."
"Ini bukan perjalanan terakhir kita, kan?"
"Semoga."
Dalam ‘semoga’ aku tak mampu berjanji. Berjanji berarti berutang. Dan
berutang adalah dosa jika kau tak mampu melunasi. Sore dikangkangi
riuh. Satu per satu bermacam manusia memadati stasiun yang berdesakan
menuju Utara. Punggung perempuanku masih memikul beban. Tapi lautan
harapan mendorongnya untuk tak berhenti berjalan.
Perjalanan mungkin masih awal. Tapi perempuanku tahu bahwa kebersamaan mungkin adalah akhir yang tak bisa ditawar.
Untuk Yora Munira
Hat Yai, Thailand
Mei, 2012
ADS HERE !!!