Berkemas rasanya tak pernah sesakit ini. Di luar bulan masih
muda. Tak ada lolong serigala yang membuat ngeri suasana. Tapi sialnya
hatiku masih saja terlibat amuk yang ngeri. Perpisahan membuat segalanya
suram. Jangankan sepotong senyum, tangis pun sepertinya enggan
memeriahkan keadaan.
"Besok keretaku pukul delapan. Kalau sempat aku mau kamu ikut mengantar."
"Besok aku bakalan
ngantar kok. Aku mau
ngantarin kamu dan Ditha.”
Pagi datang terlalu cepat. Perpisahan berada tepat di bibir stasiun.
Kugenggam tangan Ditha anakku satu-satunya. Kubiarkan bapaknya mengikuti
kami di belakang sana. Hatiku sekarang kehilangan bahagianya.
Koper-koper menangisi keputusan ini. Kukemas segala cinta yang tinggal
sisa-sisa. Kutangisi kecewa di dalam diam yang dimakan semesta.
"Aku pamit."
"Maafkan aku. Tolong jaga anak kita baik-baik."
“
Nggak kamu minta juga pasti aku jaga.”
"Telepon aku
kalo ada apa-apa. Aku pasti rindu kamu dan Ditha.”
Nyaring suara kereta memecah haru. Kutinggalkan laki-laki yang pernah
kucintai ini di dalam segala sesal yang dia buat sendiri. Kugenggam
erat tangan anakku dalam luka yang tak tampak. Kupisahkan dia dengan
ayahnya telah kehilangan otak.
"Jaga Ditha baik-baik."
"Jaga keluarga barumu baik-baik."
Kereta penuh sesak. Di luar gelap memecah sakit yang beriak.
Hidup baru akan dimulai dari rasa sakit. Apapun yang akan terjadi di
depan sana, jangan pernah lihat ke belakang. Masa lalu hanyalah tempat
dimana luka disemayamkan.
ADS HERE !!!